Minggu, 18 Mei 2014

Jalan cerita dari game petualagan

1.  Pendahuluan 
           Game komputer merupakan salah satu hiburan yang diminati banyak orang,tidak melihat umur ataupun profesional seseorang senang untuk memaikan game.Bahkan kesenagan tersebut menjadi sebuah hobi yang tidak ditinggalkan,sehingga seseorang menghabiskan waktu untuk bermain game tersebut.Dampak psikologi dari game itu sendiri bisa berakibat kepada orang yang memainkannya,apalagi kepada anak-anak yang masih mengalami masa perkembagan dan pertumbuhan.oleh karena itu dampak yang negatif seharusnya dihindari,misalnya kebiasaan bermain game menjadikan seseorang malas mengerkan aktifitas lain yang lebih bermanfaat,sifat keras yang ditimbulkan seseorang karena terbiasa bermain degan game peperangan atau pertarugan,dan sebagaimana.
              Dampak dari game tersebut salah satunya disebabkan dari penyajian game yang tersebut salah satunya disebabkan dari penyajian game yang dimainkan.jika game yang disajiakan itu adlah game yang bersifat keras,maka sedik atau banyak dampaknya akan berakibat kepada pengguna game itu sendiri.Oleh karena itu,game bisa bermanfaat jika game tersebut mengadung nilai pendidikan atau pengetahuan yang juga menarik untuk dimainkan.Bentuk game komputer komputer tersebut bermacam-macam,misalnya game petualangan,game lokiga,game olahraga,dan lain-lain.orang tua harus melakukan pengontrolan kepada anak untuk memilihkan libur yang mengandung nilai-nilai pendidikan,agar anak bisa mendapatkan hal yang positif dari game. 
             Dengan perkembangan game komputer yang sangat pesat dan diminati masyarakat,maka dibuat game pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak degan umur 7 sampai 12 tahun.Game ini mempunya unsur pendidikan dan pengetahuan bagi anak-anak.Bentuk ini adalah Rpg(Role playing Game) degan menyelesaikan serangkaian petualagan yang diperankan oleh seorang tokoh permain.pada awalnya pemain berpetualangan dari desa ke kota,kemudian pemain dapat menghampiri setiap tempat yang ada dan kemudia akan muncul pertanyaan yang harus di selesaikan. Game ilmu pegetahuan untuk Anak usia 7 sampai 12 tahun berbasis game ini terdapat levellevel yang mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda,Pemain bisa melanjutkan level berikutnya apabila sudah pendidikan ke pada anak-anak terutama untuk ususia anak-anak 7 sampai 12 tahun lebih senagna mempelajari dan memahaminya degan baik.
   2.  Deskripsi game 
            Game yang bertema tentang petualangan itu menceeritakan tentang ada seoang remaja yang suka berpetualangan. Dan dia berniat untuk keluar dari kota untuk menuju ke kota. Dia hanya mencari jalan keluar dari desa untuk menuju ke desa dan mereka membantu untuk mencari jalan ke kota. Di kota juga dia tetap mencari jalan-jalan keluar. Cara pemainan game tersebut hanya dijalankan ke kanan kiri untuk mencari jalan ke luar dan dia hanya mengobrol sama tetangga yang ada di sekitar rumahnya dan dia hanya bertanya untuk mencari jalan yang bias membuat dia keluar dari desa untuk menuju ke kota yang sangat ramai banyak rumah dan bergedung tinggi. 
 3.    Deskripsi karakter 
  Karakter game yang saya buat adalah: joko, lina, paulus, paulina, Irma, ivan, iwan ini deskripsi tentang karakter-karakter: 
 1 Joko : Si joko adalah orang yang suka dengan petualangan dan dia berumur sekitar 16 tahun dan dia memilki banyak pengalamanan untuk berpetulangan ke semua tempat dan dia juga harus memiliki cara untuk mengatasi tempat tempat belum pernah untuk dikunjungi
  2 Lina : Lina adalah seorang ibu yang baik hati kepada anaknya yaitu Joko dandia selalu mendukung kemana Joko berpetualang ke mana saja yang di ingini. Lina juga memunyai suamiyang juga mendukung anaknya. 
 3 Paulus : Paulus adalah seorang ayah yang sangat giat bekerja untuk mencari uang untuk keluarga kecilnya. Dia memiliki dua anak yang harus diurusnya. 
 4 Paulina : Paulina adalah seoramg sahabat dari Joko yang sudah mengenal Joko telah lama sekali dan dia sangat setia bersama Si Joko 4.Desain dan Analisis karakter Pertama tama siapkan pensil dan kertas,lalu gambar karakter sesuai ke ingginan anda setela selesai gambar karakternya,di scan lalu setela scan masukan di flesdis atau merry selanjutnya masukan kedalam lektop atau komputer lalu,edit hasil scan itu pakai adobe isumulator lalu setela edit. Karakter seorang remaja kenapa kelompok kita ambil remaja karena,masa remaja itu rasa ingin tau dan rasa ingin mencoba itu ada,dan terjadi pada masa remaja,tidak mungki waktu masa anak-anak dia melakukan petualagan maka,dari yang tepat untuk petualagan adalah masa remaja. Dan cara membuat karakter pertama tama di mulai dari kepala lalu diikuti dangan waja dan rambut setela itu di mulai dari leher,lalu setela itu di bentuk dahi di ikuti degan tangan setela itu badan,lalu melanjutkan kebahwa itu di mulai dari paha setela itu di lanjutkan degan lutut dan dibentuk kakinya.Kalau menghadap ke kanan itu mata dan waja bagian kiri tidak kelihatan,sebalik juga kalu menghadap ke kiri waja dan mata bagian kanan tidak kelihatan. 
5.Penutup 
            Kita sudah melihat bersama mulai dari padahulua sampai desaing dan analisa karakter,maka dari itu lebih bagus kita desaing karakter sendiri,dari kita ambil karakternya orang tidak sesuai kemaumau kita,karena itu kita buat sesuai itu lebih bagus karena sesuai kebutuhan dan keperluan kita.Saya sarankan kepada anda meri kita mengangkat cerita cerita nene tetemoyang kita melalui game,degan mendesaing karakter sesuai degan jalan ceritanya. 6.Daftar pustaka Sumber:repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_08.01.2465.pd

Jumat, 14 Desember 2012

Mahasiswa, Globalisasi, Religiusitas, dan Agama Bila dibandingkan dengan adik-adik dan orangtua mereka, ciri khusus dari mahasiswa pada umumnya adalah bahwa mereka lebih tua daripada adik-adik mereka dan jauh lebih muda daripada orangtua mereka. Para mahasiswa itu pada umumnya berusia sekitar 19-25 tahun. Mereka adalah orang-orang muda. Mereka memang bukan anak-anak lagi, namun mereka juga belum cukup tua untuk menjadi suami/istri atau ayah/ibu. Energi fisik mereka, pada umumnya, sedang berada pada titik optimalnya. Namun, kondisi psikis mereka belum stabil, masih mudah terguncang oleh berbagai hal. Sebagian dari mereka sudah memiliki cita-cita yang agak jelas dan keinginan-keinginan tertentu di masa depan, namun mereka belum menentukan cara-cara yang efektif untuk mencapai cita-cita dan mewujudkan keinginan-keinginan itu. Bila dibandingkan dengan kegiatan pokok rekan-rekan sebaya mereka yang bukan mahasiswa, kegiatan pokok para mahasiswa itu adalah membaca, berpikir, dan menulis. Kebanyakan dari mereka belum memiliki pekerjaan tetap dan secara finansial belum mampu mencukupi diri sendiri. Dalam hal-hal tertentu mereka masih tergantung pada orangtua atau wali mereka. Studi dan pergaulan mereka di lingkungan akademisi itu dapat meningkatkan daya kritis para mahasiswa terhadap segala hal. Peningkatan daya kritis itu juga dapat memengaruhi sikap mereka terhadap religiusitas dan agama mereka sendiri. Terhadap agama, misalnya, mereka barangkali tidak mau lagi menerima “begitu saja” semua pengajaran dan nasihat para pemimpin agama. Sementara itu, terhadap religiusitas mereka sendiri para mahasiswa barangkali merasa perlu untuk mempersoalkan beberapa aspek darinya. Menyadari hal-hal di atas, pimpinan perguruan tinggi katolik sebaiknya mengusahakan fasilitas dan suasana yang memungkinkan para mahasiswa mengalami kemajuan dalam religiusitas dan hidup beragama mereka. Fasilitas dan suasana semacam itu sebaiknya dikaitkan dengan peningkatan daya kritis mereka. Kepada mereka perlu diberikan exposure yang luas dan mendalam tentang religiusitas dan agama yang “sejati”, religiusitas dan agama yang jauh dari fundamentalisme, fanatisme, dan konservatisme. Para mahasiswa perlu diberi kesempatan yang luas untuk mengenal dan menyaksikan religiusitas dan agama yang sesuai dengan daya kritis mereka. Mereka bahkan perlu didorong dan ditantang untuk menjadi pelopor “kebangunan rohani” di dalam masyarakat, agar agama menjadi “aktor penting” dalam hidup umat manusia. Agama harus dibangun menjadi “spiritual actor” dan “stakeholder” yang penting dalam memecahkan masalah-masalah dunia, bukan malah menjadi bagian dari masalah-masalah itu sendiri. Religiusitas dan agama yang “sejati” itu jauh lebih luas daripada sekedar pengetahuan tentang ajaran-ajaran dan aturan-aturan agama. Karena itu, demi peningkatan religiusitas dan hidup beragama mereka, para mahasiswa perlu diberi kesempatan tidak hanya untuk mengikuti kuliah religiusitas atau kuliah agama, melainkan juga untuk mengikuti berbagai program ko-kurikuler dan extra-kurikuler. Program-program ko-kurikuler, yang sebaiknya dirancang dan dilaksanakan bersama-sama oleh para mahasiswa dan staff campus ministry, dapat dikaitkan dengan mata kuliah religiusitas atau mata kuliah agama. Program-program semacam itu, misalnya, dapat berupa retret, rekoleksi, gladi rohani, kunjungan-kunjungan ke gereja, mesjid, pura, dan klenteng, atau bahkan berupa live in selama beberapa hari di pesantren, biara, vihara, asrama, sekolah-sekolah, dan rumah-rumah sakit yang dikelola oleh yayasan-yayasan berbagai agama. Program-program extra-kurikuler, yang sebaiknya dirancang dan dilaksanakan dengan sukarela oleh para mahasiswa sendiri, tidak perlu dikaitkan dengan mata kuliah religiusitas atau mata kuliah agama. Program-program tersebut sebaiknya diakui sebagai program-program pengembangan soft skills mahasiswa. Program-program semacam itu, misalnya, dapat berupa partisipasi dalam kelompok-kelompok umat yang mengembangkan spiritualitas khusus (seperti Legio Mariae, Choice, Antiokhia, atau Persekutuan Doa Karismatik) atau dialog-dialog pribadi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang layak menjadi panutan bagi banyak orang beragama. Agama dan Ilmu Di masa lalu, sebagian dari para pemimpin agama kurang menghargai dan kurang mendukung perkembangan ilmu. Hukuman ex-communicatio yang dijatuhkan oleh Vatikan kepada Galileo Galilei, misalnya, merupakan salah satu contoh dari sikap semacam itu. Sebagai koreksi atas hal itu, para pemimpin agama dewasa ini harus berani menjelaskan dengan tegas bahwa agama, pada prinsipnya, sangat menghargai dan mendukung ilmu dan para ilmuwan. Bersamaan dengan itu, perguruan tinggi katolik sebaiknya juga berusaha membantu para mahasiswa agar mereka mengalami dan menyaksikan bahwa religiusitas dan agama itu tidak bertentangan dengan ilmu. Agama itu menyangkut Allah dan hubunganNya dengan umat manusia dan dunia. Agama didasarkan pada pewahyuan Allah dan iman manusia kepadaNya. Berbeda dari itu, ilmu terutama menyangkut dunia dan hubungannya dengan umat manusia. Ilmu didasarkan pada pengamatan dan pengenalan manusia atas dunia, yang merupakan lingkungan hidupnya. Agama dan ilmu tidak terpisah atau bertentangan, sebab kedua-duanya menyangkut umat manusia dan dunia. Umat manusia membutuhkan kedua-duanya, sebab umat manusia membutuhkan Allah maupun dunia. Umat manusia membutuhkan Allah, karena Beliau adalah asal-usul dan tujuan akhir dari eksistensi umat manusia. Umat manusia juga membutuhkan dunia, karena dunia adalah lingkungan yang saat ini memungkinkan umat manusia ber-eksistensi, sebagai salah satu dari sekian banyak ciptaan Allah. Agama dan ilmu itu ibarat matahari dan bulan, ibarat sendok dan garpu, ibarat baju dan celana. Kedua-duanya diperlukan oleh manusia, bila manusia ingin hidup secara lengkap. Baik agama maupun ilmu memiliki essential goals dan core business yang terkait dengan kebenaran dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang berbeda hanyalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan luhur itu dan aspek-aspek yang diutamakan. Agama selalu menyertakan Allah dalam sepak terjangnya. Sementara itu, ilmu selalu mengutamakan kemampuan manusia sendiri dalam seluruh usahanya meneliti dan menemukan kebenaran. Berhubungan dengan kenyataan itu, para mahasiswa perlu didorong untuk ikut membangun agama agar agama bersikap welcome terhadap ilmu, tidak bersikap arogan terhadap ilmu, bahkan bersedia dengan rendah hati mengakui dan memanfaatkan ilmu. Bersamaan dengan itu, mereka juga perlu didorong untuk ikut membangun ilmu agar ilmu juga bersikap welcome terhadap agama, tidak melecehkan agama, bahkan bersedia dengan rendah hati mengakui bahwa masalah-masalah tertentu dari kemanusiaan merupakan domain agama. Agama dan Masyarakat Adanya sikap-sikap fundamentalistik, sikap-sikap fanatik, dan sikap-sikap konservatif di tengah-tengah beberapa komunitas agama di negeri kita, maupun di beberapa negara lain, dapat menimbulkan dalam diri para mahasiswa kesan negatif terhadap agama. Sebagian dari mereka mendapat kesan bahwa agama itu penghambat peradaban dan kesatuan bangsa. Sikap-sikap fundamentalistik, fanatik, dan konservatif itu bertentangan dengan daya kritis mereka. Karena itu, perguruan tinggi perlu berusaha mencegah dan mengatasi kesan negatif semacam itu. Perguruan tinggi perlu membantu para mahasiswa agar mereka menyadari dan meyakini bahwa religiusitas dan agama yang “sejati” tidaklah menghambat peradaban dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, religiusitas dan agama yang “sejati” justru mengembangkan peradaban dan meningkatkan kesatuan bangsa. Konstitusi beberapa negara modern menegaskan bahwa agama merupakan kenyataan yang bersifat privat, urusan perseorangan, tidak terkait dengan kepentingan publik. Berbeda dari itu, konstitusi negara kita cenderung menegaskan bahwa agama tidak hanya merupakan urusan privat melainkan juga terkait dengan kepentingan publik, sekurang-kurangnya sampai pada batas-batas tertentu. Itulah sebabnya maka orang suka berkata bahwa Republik Indonesia itu bukan negara sekuler tetapi juga bukan negara agama. Terkait dengan kepentingan publik, ada beberapa masalah sosial aktual yang kiranya pantas disadari oleh para mahasiswa. Karena itu, perguruan tinggi sebaiknya membantu mereka untuk memahami inti masalahnya dan mendorong mereka untuk ikut mencari solusi atasnya. Masalah-masalah itu, antara lain, menyangkut pelanggaran atas hak asasi manusia, ketidaksetaraan gender, menurunnya kualitas lingkungan hidup, pengaruh dominan media massa, dan ketidakadilan tata ekonomi internasional. Mengingat bahwa masih banyak orang biasa kurang menyadari akan adanya berbagai pelanggaran hak asasi manusia di negeri kita, para mahasiswa sebaiknya didorong menjadi pelopor dalam usaha mengatasi masalah yang serius itu. Keberhasilan gerakan mahasiswa dalam penumbangan Orde Lama dan Orde Baru pada tahun 1965 dan tahun 1998 menunjukkan bahwa para mahasiswa memiliki potensi untuk membongkar kekuasaan yang korup dan kurang menghargai hak-hak asasi manusia rakyat mereka sendiri. Suasana di perguruan tinggi, terutama bila dibandingkan dengan suasana di rumah-rumah dan di desa-desa, lebih memungkinkan berhasilnya konsientisasi tentang pentingnya kesetaraan gender. Dewasa ini, jumlah mahasiswa dan jumlah mahasiswi di banyak perguruan tinggi di negeri kita cenderung seimbang. Kenyataan itu sendiri sudah membantu para mahasiswa dan para mahasiswi bahwa pria dan wanita itu memiliki martabat dan status yang setara. Gerakan-gerakan Go Green saat ini makin menyebar ke seluruh dunia. Hasil penelitian para ahli ekologi mendapat perhatian yang makin besar dari para pemimpin negara di seluruh dunia. Karena itu, kiranya layaklah kalau para mahasiswa didorong untuk bergabung dalam gerakan-gerakan Go Green itu. Bila dibandingkan dengan anak-anak dan orang-orang tua, para mahasiswa kiranya merupakan konsumen terbesar dari produk-produk media massa. Sayangnya, sebagian dari mereka kurang sadar bahwa di balik produk-produk itu ada the men behind the gun, yakni para sponsor yang membiayai pembuatan produk-produk tersebut. Para sponsor itu bukanlah orang-orang yang dermawan, yang bermaksud menghibur masyarakat secara cuma-cuma. Mereka adalah orang-orang berduit yang “menjual keyakinan” mereka. Karena itu, perlulah bahwa para mahasiswa dibantu dan didorong untuk bersikap kritis terhadap contents atau messages dari media massa yang mereka konsumsi. Akhirnya, para mahasiswa juga perlu dibantu untuk menyadari bahwa dewasa ini sedang terjadi ketidakadilan dalam tata ekonomi internasional. Kemiskinan dan pengangguran yang ada di negeri kita tidaklah terlepas dari kondisi tersebut. Tanpa usaha untuk mengatasi ketidakadilan itu, kecil sekali kemungkinan bahwa masalah kemiskinan dan pengangguran akan teratasi. Agama dan Negara Beberapa tokoh agama dan politisi di negeri kita tampaknya kurang mampu melihat dengan tepat hubungan antara agama dan negara. Beberapa tokoh agama berusaha merapat pada para pejabat negara, mengharapkan negara ikut mencukupi kebutuhan-kebutuhan internal agama. Sementara itu beberapa pejabat negara juga berusaha merapat pada para tokoh agama, mengharapkan agama selalu mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Mengingat hal itu, para mahasiswa sebaiknya dibantu dan didorong untuk meyakini bahwa agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda dan otonom, meskipun keduanya perlu bekerja sama di banyak bidang, karena keduanya memiliki hak dan tugas melayani seluruh masyarakat di negeri ini. Pemerintah, misalnya, boleh saja mengumumkan bahwa hari-hari raya agama merupakan hari-hari libur kerja dan hari-hari libur sekolah. Namun pemerintah tidak boleh mengumumkan, misalnya, bahwa hari raya Natal bagi umat kristen di Indonesia adalah tanggal 17 Agustus! Mengingat bahwa masyarakat Indonesia memeluk beberapa agama yang berbeda-beda, pemerintah diharap bertindak arif kepada semua agama dan para pemeluknya. Pemerintah perlu terus-menerus berusaha meyakinkan para pemimpin dan pemeluk agama mayoritas bahwa mereka tidak berhak menekan para pemimpin dan pemeluk agama-agama minoritas. Para pemimpin dan pemeluk agama-agama minoritas itu kadang-kadang sungguh membutuhkan perlindungan pemerintah, agar hak asasi mereka tetap dijamin di negeri ini. Sikap bijak yang serupa diharapkan juga ada pada para pemimpin dan pemeluk semua agama. Mereka diharap sadar bahwa tugas pemerintah adalah mengusahakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, bukan terutama untuk memberikan berbagai privileges kepada para pemimpin dan pemeluk agama. Para pemimpin dan pemeluk agama-agama harus memiliki kepercayaan diri yang cukup. Mereka harus yakin, umat beragama mampu berkembang dalam religiusitas bukan karena perlindungan dan bantuan pemerintah, melainkan karena bantuan ilahi dan usaha-usaha mereka sendiri. Relasi antara agama dan negara kiranya perlu dilaksanakan dan dikembangkan menuju relasi yang bersifat komplementer dan solider. Relasi antara agama dan negara sebaiknya bersifat komplementer, karena masing-masing memiliki keterbatasan dalam hak dan kewajiban serta dalam kemampuannya untuk mengemban hak dan kewajiban tersebut. Agama memiliki hak dan kewajiban di bidang-bidang religius, sedang negara memiliki hak dan kewajiban di bidang-bidang sipil. Relasi antara agama dan negara sebaiknya juga bersifat solider, karena kedua entitas itu saling membutuhkan bantuan, terutama dalam usaha untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Agama dan Budaya Agama dan budaya merupakan dua kenyataan yang saling terkait secara sangat erat. Dari budaya, agama mengambil banyak unsur dan menjadikannya bagian-bagian penting bagi dirinya. Demikian pula sebaliknya, budaya dapat mengambil banyak unsur dari agama dan menjadi bagian-bagian penting bagi dirinya. Meskipun demikian, perlulah disadari dan diyakini, bahwa agama dan budaya itu tidak identik. Agama, pef definitionem, memuat unsur-unsur ilahi, yang berasal dari luar budaya, bahkan dari luar dunia. Sementara itu, budaya hanyalah memuat unsur-unsur manusiawi, yang berasal dari dalam dunia. Para mahasiswa, sebagai calon orang-orang terpelajar di dalam masyarakat, perlu didorong untuk memahami dengan baik kaitan dan perbedaan antara agama dan budaya. Mereka sebaiknya dibantu untuk melihat unsur-unsur ilahi dalam agama, yang tidak berasal dari budaya tertentu. Unsur-unsur itu bersifat adikodrati. Pewahyuan bahwa Allah itu Tritunggal dan bahwa Yesus itu Putra Allah, misalnya, merupakan suatu kebenaran yang bersifat adikodrati. Sebaliknya, bentuk-bentuk konkret perayaan Ekaristi atau pembaptisan, misalnya, sangat kental bermuatan unsur-unsur budaya. Sekularisme, yang pada abad yang lalu dan abad ini berkembang bersamaan dengan globalisasi, cenderung memisahkan religiusitas dan agama dari budaya. Bahkan, lebih dari itu, sekularisme kadang-kadang juga melecehkan religiusitas dan agama serta mendewakan budaya. Religiusitas dan agama hanyalah dinilai sebagai “harta dari masa lalu”, yang sudah kehilangan relevansi dan signifikansi. Sebaliknya, budaya, terutama teknologi dan ilmu, dinilai sebagai “harta masa kini dan masa depan” yang memberi makna dan menyediakan berbagai hal bagi seluruh umat manusia. Menyadari pengaruh negatif dari sekularisme itu, perguruan tinggi sebaiknya membantu para mahasiswa untuk bersikap tepat terhadap religiusitas, agama, dan budaya. Religiusitas, agama, dan budaya adalah dua sisi mata uang dari hidup orang ber-iman. Orang beri-iman tidak “hidup dari roti saja, melainkan juga dari sabda Allah”. Orang ber-iman memang hidup di dunia ini, namun ia “tidak berasal dari dunia ini”. Bersamaan dengan itu, orang ber-iman haruslah sekaligus orang yang ber-budaya. Dengan ber-iman, ia tidak menjadi esoterik, yang hidupnya ada di awang-awang. Kakinya tetap menjejak bumi meskipun wajahnya menengadah ke sorga! Catatan-Catatan Kepustakaan Sikap optimis terhadap globalisasi dapat dilihat dalam buku Manfred B. Steger, “Globalisme. Bangkitnya Ideologi Pasar” (terjemahan Heru Prasetia), Lafadi Pustaka, Yogyakarta, 2006, h.233-239. Sikap yang pesimis dapat dilihat misalnya dalam buku Kavaljit Singh, “Questioning Globalization”, Madhyam Books, Delhi, 2005 dan dalam buku Walden Bello, “Deglobalization : Ideas for a New World Economy”, University Press Ltd, Dhaka, 2002. Sedang sikap yang netral dapat dilihat dalam buku Unesco, “Kebudayaan, Perdagangan, dan Globalisasi” (terjemahan PeMad), Kanisius, Yogyakarta, 2005. Tentang hirarki nilai dapat dibaca buku-buku karangan Max Scheler. Sedang tentang pandangan pokok tentang Max Scheler dapat dibaca misalnya buku K. Bertens, “Filsafat Barat Dalam Abad XX”, Gramedia, Jakarta, 1981, h.103-116 dan buku Paulus Wahana, “Nilai. Etika Aksiologis Max Scheler”, Kanisius, Yogyakarta, 2004. Tentang religiusitas, yang tidak harus terkait dengan agama tertentu, dapat dibaca buku Y.B.Mangunwijaya, “Sastra dan Religiositas”, Kanisius, Yogyakarta, 1988 dan buku Y.B.Mangunwijaya, “Ragawidya. Religiositas Hal-Hal Sehari-Hari”, Kanisius, Yogyakarta, 1986. Tentang hal-hal yang mendorong orang untuk beragama dapat dibaca buku Nico Dister, “Pengalaman dan Motivasi Beragama”, Kanisius, Yogyakarta, 1988. Tentang perbedaan dan hubungan antara religiusitas dan agama dapat dibaca buku Tom Jacobs, “Iman dan Agama”, Kanisius, Yogyakarta, 1992. Terkait cara orang-orang katolik Indonesia menghayati agama mereka secara aktual misalnya dapat dibaca buku I. Suharyo, “The Catholic Way. Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita”, Kanisius, Yogyakarta, 2009. Tentang religiusitas orang-orang muda dapat dibaca misalnya buku Michal Levin, “Spritual Intelligence”, (terjemahan Andri Kristiawan), Gramedia, Jakarta, 2005, dan buku Felly Kama et al. (Eds.), “Kecerdasan Spiritual, Religiusitas yang Memerdekakan, dan Masyarakat Sejahtera”, Yayasan Bhumiksara, Jakarta, 2002. Tentang hubungan antara agama dan ilmu dapat dibaca buku Alex Seran dan Embu Henriquez, “Iman dan Ilmu”, Kanisius, Yogyakarta, 1992. Tentang kaitan antara religiusitas dan aspek-aspek kehidupan modern dapat dibaca Felly Kama et al.(Eds.), “Iman, Ilmu, dan Budaya”, Yayasan Bhumiksara, Jakarta, 2005. Tentang peran dan sumbangan religiusitas dan agama bagi masyarakat dapat dibaca misalnya buku Widyahadi Seputra (Eds.), “Menggalang Persatuan Indonesia Baru. Sudut Pandang Tokoh Masyarakat, Pemuka Agama dan Kepercayaan”, KWI, Jakarta, 1999. Tentang penghayatan agama yang bermanfaat bagi masyarakat baik dibaca buku Franz Magnis-Suseno, “Beriman Dalam Masyarakat”, Kanisius, Yogyakarta, 1993; buku J.B.Banawiratma (Ed.), “Iman, Pendidikan, dan Perubahan Sosial”, Kanisius, Yogyakarta, 1991 dan buku John Locke, “Kuasa itu Milik Rakyat”, (terjemahan Widyamartaya), Kanisius, Yogyakarta, 2002. Tentang masalah-masalah aktual global dapat dibaca misalnya buku Al. Purwa Hadiwardoyo, “Tujuh Masalah Aktual. Sikap Gereja Katolik”, Kanisius, Yogyakarta, 2006. Tentang masalah-masalah lingkungan hidup dapat dibaca misalnya buku Otto Soemarwoto, “Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global”, Gramedia, Jakarta, 1991 dan buku Imam Supardi, “Lingkungan Hidup dan Pelestariannya”, Alumni, Bandung, 2003. Tentang hubungan antara agama dan negara dapat dibaca misalnya buku J.B.Sudarmanto, “Agama dan Ideologi”, Kanisius, Yogyakarta, 1987; buku Y.B.Sudarmanto, “Agama dan Politik Kekerasan”, Kanisius, Yogyakarta, 1989 dan buku Ricardo Antoncich, “Iman dan Keadilan” (terjemahan Budi Hardiman), Kanisius, Yogyakarta, 1991. http://www.aptik.or.id/artikel/globalisasi-religiusitas-agama-dan-mahasiswa

Sabtu, 17 November 2012

apakah sistem pakar 2.1 penanganan pegetahuan Untuk menyediakan definisi universal yang dapat di temukan dari sebuah system pakar tidak mudah.Definisi limpah-limpah tetapi berbedah dari satu devoper ke devolover lain,dan biarpun memuasakan kebanyakan pakar tidak selalu memberikan pemikiran jelas pada orang lain tentang bendah itu sendiri.sesunguhnya beberapa orang lebih sukah memakai istilah (KBS), (knowledge-based system) yang bersifat lebih luas dan umum daripa system pakar.konsep dari sebuh (KBS) ditekankan untuk menggandeng pemikiran dari sebuah progam yang dalam beberapa cara menagani pengetahuan atau menempatkanya agak berbeda dalam manipulasi informasi berkualitas tinggi dalam sebuah hal yang relatif canggih (dan bergunah).Hal menjadi lebih jelas bila kita mempertimbangkan jalan di mana kategori atau kelas dari informasi berada dapat diatur dalam sebuh hieraki.Kita mulai dari dasar dengan level seredah mungki,bahasa dengan satu atau nol. Dimana computer sesungguhnya mengerjakan manipulasi-manipulasi internal mereka representasi level rendah ini tidak menarik secara langsung bagi pemakai.satu dan nol itu dapat dirangkai bersama-sama untuk membentuk sejumlah symbol-digit,huruf dan krakter-krakter lainnya-yang lebih dapat di terimah oleh nalar kita tetapi sesungguhnyasedikit kegunaan bagi mereka.simbol-simbol kemudianan dapat dikombinasi untuk mereprensikan data dalam bentuk bilangan dan kata.kita memakai data.Tetapi keluaran ‘38’ sedikit di pakai dirinya sendiri; kita yang dapat berinterretasi dalam beberapa cara agar member arti bila ia diasosiasikan dengan data lain untuk membentuk apa yang kita kenal sebagai sepotong informasi,misalnya ‘persediaan barang x adalah 38’. Pengetahuan melibatkan sebuh level yang lebih jauh dari peningkatan dalam bahwa ia memungkinkan hubungan antara fakta-fakta (yaitu:potongan-potongan informasi) untuk disatukan dan di pakai dalam istilah’aturan’,misalnya ‘bila stok barang x kurang dari 50 dan tingkat penjualan mingguan lebih daripada 25 maka stok baru harus dipesan’.pada level yang libih tinggi ,saya masih akan melibatkan kebijaksanaan di mana yang memungkinkan pengetahuan untuk diterapkan. 5.1 Ditujukan untuk pemakai Pengetahuan yang mengisi system harus direpresikan demikian rupa sehingga pemakai dapat berkonsultasi dengannya.kenyataan setiap pemakai mempunyai keinginan yang berbeda. Keluaran tertentu dapat saja sebuh jawaban sederhana,keterang panjang atau simgkat,suatu usulan atau referensi silang dan dapat berupa bahasa teknisi atau bahasa sederhana,ISU ini tentu saja merupakan dasar dari semua rancang system computer:bahwa perluh mengetahui siapa pemakainya,dan apa yang di bahwakan oleh mereka,dan bagaimana system dapat membimbing mereka .Anda lebih dari satu kerja sama dimana usaha selama enam bulan.faktor lain yang mempengaruhi rancang dari sebuh system adalah waktu dan tempat di mana system akan dipakai.Bila akan di pakai dalam ‘mode krisis’di mana suatu problem hidup dan terminal harus segera dapat diakses serta waktu respon harus cukup cepat.jika tidak system dapat di gunakan untuk training attau membaca (browsing) dimana pemakai lepas problem-problem paling dekat dan jangka waktu dapat lebih luang.Isu sederhana masuk akal ini adalah penting: di abaikan dapat menciptakan kegagalang dan ini perluh di cantungkan lebih dahulu dan perlu dicampakan selama pengembangan proyek. Adakalan personal teknis terlalu dekat dengan proyet dan sampai ketingkat manajer untuk menjamin bahwa pertanyaan-pertanyaan ini mendapatkan jawadnya. System pakar SISTEM PAKAR—–Secara umum, sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Dengan sistem pakar ini, orang awam pun dapat menyelesaikan masalahnya atau hanya sekedar mencari suatu informasi berkualitas yang sebenarnya hanya dapat diperoleh dengan bantuan para ahli di bidangnya. Sistem pakar ini juga akan dapat membantu aktivitas para pakar sebagai asisten yang berpengalaman dan mempunyai asisten yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan. Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu. 1. Definisi Kecerdasan Buatan—-Kecerdasan Buatan (AI) merupakan cabang dari ilmu komputer yang dalam merepresentasi pengetahuan lebih banyak menggunakan bentuk simbol-simbol daripada bilangan, dan memproses informasi berdasarkan metode heuristic atau dengan berdasarkan sejumlah aturan. a. Ciri Sistem Pakar 1. Memiliki informasi yang lebih handal. 2. Mudah di modifikasi dan dapat beradaptasi. 3. Dapat digunakan dalam berbagai jenis komputer. b. Sistem Pakar 1. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utam) 2. Memahami apa itu kecerdasan (tujuan ilmiah) 3. Membuat mesin lebih bermanfaat (tujuan entrepreneurial) • Kelebihan system pakar 1. Memungkinkan orang awam bisa mengerjakan pekerjaan para ahli. 2. Menyimpan pengetahuan dan keahlian para pakar. 3. Meningkatkan output, produktivitas dan kualitas. . kelemahan system pakar 1. Biaya yang diperlukan untuk membuat dan memeliharanya sangat mahal. 2. Sulit dikembangkan. Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan ketersediaan pakar di bidangnya. 3. Sistem Pakar tidak 100% bernilai benar.

Minggu, 04 November 2012

presentasi game


Rabu, 31 Oktober 2012

cloud computing

cloud computing Akhir-akhir ini, cloud computing adalah topik yang selalu menjadi bahan pembicaraan di dunia Teknologi Informasi (TI). Hampir setiap hari selalu ada berita seputar cloud computing, baik secara teknologi maupun dari aspek bisnis. Apa sebenarnya Cloud Computing itu? Apakah hanya sekadar “hype”, atau memang sesuatu yang nyata? Dan apa dampaknya bagi kita semua? Definisi Cloud Computing Ketika kita membicarakan Cloud Computing, sebenarnya apakah kita membicarakan hal yang sama? Banyak pihak memberikan definisi cloud computing dengan perbedaan di sana-sini. Wikipedia mendefinisikan cloud computing sebagai “komputasi berbasis Internet, ketika banyak server digunakan bersama untuk menyediakan sumber daya, perangkat lunak dan data pada komputer atau perangkat lain pada saat dibutuhkan, sama seperti jaringan listrik”. Gartner mendefinisikannya sebagai “sebuah cara komputasi ketika layanan berbasis TI yang mudah dikembangkan dan lentur disediakan sebagai sebuah layanan untuk pelanggan menggunakan teknologi Internet.” Forester mendefinisikannya sebagai “standar kemampuan TI, seperti perangkat lunak, platform aplikasi, atau infrastruktur, yang disediakan menggunakan teknologi Internet dengan cara swalayan dan bayar-per-pemakaian.” Secara sederhana, Cloud Computing dapat kita bayangkan seperti sebuah jaringan listrik. Apabila kita membutuhkan listrik, apakah kita harus punya pembangkit listrik sendiri? Tentu tidak. Kita tinggal menghubungi penyedia layanan (dalam hal ini, PLN), menyambungkan rumah kita dengan jaringan listrik, dan kita tinggal menikmati layanan tersebut. Pembayaran kita lakukan bulanan sesuai pemakaian. Kalau listrik bisa seperti itu, mengapa layanan komputasi tidak bisa? Misalnya, apabila sebuah perusahaan membutuhkan aplikasi CRM (Customer Relationship Management). Kenapa perusahaan tersebut harus membeli aplikasi CRM, membeli hardware server, dan kemudian harus memiliki tim TI khusus untuk menjaga server dan aplikasi tersebut? Di sinilah cloud computing berperan. Penyedia jasa cloud computing seperti Microsoft, telah menyediakan aplikasi CRM yang dapat digunakan langsung oleh perusahaan tadi. Mereka tinggal menghubungi penyedia layanan (dalam hal ini, Microsoft), “menyambungkan” perusahaannya dengan layanan tersebut (dalam hal ini, melalui Internet), dan tinggal menggunakannya. Pembayaran? Cukup dibayar per bulan (atau per tahun, tergantung kontrak) sesuai pemakaian. Tidak ada lagi investasi di awal yang harus dilakukan. Agar lebih mudah membayangkannya, silahkan lihat ilustrasi pada Gambar 1. [Gambar 1: Ilustrasi cloud computing yang mirip penggunaan listrik.] Karakteristik Cloud Computing Dengan semakin mereknya pembicaraan seputar cloud computing, semakin banyak perusahaan yang mengumumkan bahwa mereka menyediakan layanan cloud computing. Akan sangat membingungkan bagi kita para pengguna untuk memastikan bahwa layanan yang akan kita dapatkan adalah cloud computing atau bukan. Untuk mudahnya, dari semua definisi yang ada, dapat diintisarikan bahwa cloud computing ideal adalah layanan yang memiliki 5 karakteristik berikut ini. 1. On-Demand Self-Services Sebuah layanan cloud computing harus dapat dimanfaatkan oleh pengguna melalui mekanisme swalayan dan langsung tersedia pada saat dibutuhkan. Campur tangan penyedia layanan adalah sangat minim. Jadi, apabila kita saat ini membutuhkan layanan aplikasi CRM (sesuai contoh di awal), maka kita harus dapat mendaftar secara swalayan dan layanan tersebut langsung tersedia saat itu juga. 5. Measured Service Sebuah layanan cloud computing harus disediakan secara terukur, karena nantinya akan digunakan dalam proses pembayaran. Harap diingat bahwa layanan cloud computing dibayar sesuai penggunaan, sehingga harus terukur dengan baik. Kelebihan Cloud Computing Dari semua penjelasan di atas, apa sebenarnya kelebihan dari Cloud Computing, terutama bagi dunia bisnis? Berikut beberapa di antaranya. Tanpa Investasi Awal Dengan cloud computing, kita dapat menggunakan sebuah layanan tanpa investasi yang signifikan di awal. Ini sangat penting bagi bisnis, terutama bisnis pemula (startup). Mungkin di awal bisnis, kita hanya perlu layanan CRM untuk 2 pengguna. Kemudian meningkat menjadi 10 pengguna. Tanpa model cloud computing, maka sejak awal kita sudah harus membeli hardware yang cukup untuk sekian tahun ke depan. Dengan cloud computing, kita cukup membayar sesuai yang kita butuhkan. Mengubah CAPEX menjadi OPEX Sama seperti kelebihan yang pertama, kelebihan yang kedua masih seputar keuangan. Tanpa cloud computing, investasi hardware dan software harus dilakukan di awal, sehingga kita harus melakukan pengeluaran modal (Capital Expenditure, atau CAPEX). Sedangkan dengan cloud computing, kita dapat melakukan pengeluaran operasional (Operational Expenditure, atau OPEX). Jadi, sama persis dengan biaya utilitas lainnya seperti listrik atau telepon ketika kita cukup membayar bulanan sesuai pemakaian. Hal ini akan sangat membantu perusahaan secara keuangan. Lentur dan Mudah Dikembangkan Dengan memanfaatkan Cloud Computing, bisnis kita dapat memanfaatkan TI sesuai kebutuhan. Perhatikan Gambar 2 di bawah untuk melihat beberapa skenario kebutuhan bisnis. Penggunaan TI secara bisnis biasanya tidak datar-datar saja. Dalam skenario “Predictable Bursting”, ada periode di mana penggunaan TI meningkat tajam. Contoh mudah adalah aplikasi Human Resource (HR) yang pada akhir bulan selalu meningkat penggunaannya karena mengelola gaji karyawan. Untuk skenario “Growing Fast”, bisnis meningkat dengan pesat sehingga kapasitas TI juga harus mengikuti. Contoh skenario “Unpredictable Bursting” adalah ketika sebuah website berita mendapat pengunjung yang melonjak karena ada berita menarik. Skenario “On and Off” adalah penggunaan TI yang tidak berkelanjutan. Misalnya, sebuah layanan pelaporan pajak, yang hanya digunakan di waktu-waktu tertentu setiap tahun. [Gambar 2: Beberapa skenario kebutuhan bisnis.] Tanpa layanan cloud computing, ke empat skenario ini akan membutuhkan perencanaan TI yang sangat tidak efisien, karena investasi TI harus dilakukan sesuai kapasitas tertinggi, walaupun mungkin hanya terjadi di saat-saat tertentu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadi kegagalan layanan pada saat “peak time” tersebut. Dengan cloud computing, karena sifatnya yang lentur dan mudah dikembangkan (elastic and scalable), maka kapasitas dapat ditingkatkan pada saat dibutuhkan, dengan biaya penggunaan sesuai pemakaian. Fokus pada Bisnis, bukan TI Dengan menggunakan Cloud Computing, kita dapat fokus pada bisnis utama perusahaan, dan bukan berkecimpung di dalam pengelolaan TI. Hal ini dapat dilakukan karena pengelolaan TI dilakukan oleh penyedia layanan, dan bukan oleh kita sendiri. Misalnya, melakukan patching, security update, upgrade hardware, upgrade software, maintenance, dan lain-lain. Apabila kita memiliki tim TI, maka tim tersebut dapat fokus pada layanan TI yang spesifik untuk bisnis kita, sedangkan hal-hal umum sudah ditangani oleh penyedia layanan. Kesimpulan Cloud computing sudah hadir saat ini, termasuk di Indonesia. Jadi, cloud computing bukanlah sebuah hype, melainkan sudah menjadi kenyataan dalam dunia TI. Bukan berarti kita semua langsung harus berpindah saat ini juga: pada kenyataannya cloud computing bukanlah untuk semua orang. Masih tetap terdapat jenis-jenis layanan yang memang harus dilakukan secara on-premise, walaupun terdapat juga layanan yang menjadi sangat efisien bila dilakukan dengan cloud computing. Beberapa jenis layanan bahkan dapat dilakukan secara bersamaan (hybrid) dengan menggabungkan kedua jenis implementasi tersebut. Oleh karena itu, carilah penyedia layanan yang dapat memberikan saran yang tepat dan terbaik bagi kebutuhan anda. Kesuksesan penggunaan cloud computing akan sangat ditentukan oleh kemampuan penyedia layanan dalam memberikan layanan yang tepat dan terbaik bagi pelanggan. sumber http://www.infokomputer.com/fitur/39-umum/3826-memahami-cloud-computing-bagian-1?showall=1

Kamis, 18 Oktober 2012

simtem simbian dan nokia

Materi ini tugas mata kulia computer organisasi (co) Sistem operasi pada symbiak dan nokia Symbiak adalah Symbian OS adalah sistem operasi terbuka yang dikembangkan oleh Symbian Ltd. yang dirancang untuk digunakan peralatan bergerak (mobile). Handphone symbian jelas lebih bagus karena handphone symbian bisa lebih banyak diisi games,aplikasi,tema,dll.mengapa begitu? begitu? Karena programmer lebih banyak membuat games,aplikasi,tema,dll untuk symbian.symbian juga lebih kompatibel dengan berbagai format. Kebanyakan Handphone dari sistem operasi terbuka / symbian adalah handphone NOKIA. Symbian di pandang lebih unggul karena : 1. Sistem operasi ini sejak awal dirancang khusus untuk ponsel. Berbeda dengan Microsoft dan Linux yang diadopsi dari komputer. 2. Berkat fitur CC+, Java (J2ME) MIDP 2.0, PersonalJava 1.1.1a, dan WAP, Sistem operasi symbian ini sangat terbuka sehingga siapapun bisa mengembangkannya. terbukti banyak beredar aplikasi-aplikasi tambahan untuk OS berbasis Symbian atau platform Java Nokia adalah Dalam beberapa hari lakangan ini ramai berita tentang Nokia, Vendor terbesar asal Finlandia ini rencananya akan meninggalkan Symbian sebagai system operasi pada ponsel Nokia untuk seri-seri berikutnya. Menurut penuturan para elit Nokia, system operasi Symbian sudah tidak lagi kompeten dalam persaingan ponsel saat ini, karena munculnya Android dan Apple dengan iPho Mahasiswa Game technologi unika sumber 1.http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/02/10/kebingungan-nokia-dalam-memilih-sistem-operasi/ 2 2 2.http://www.google.co.id/#hl=jv&site=&source=hp&q=cara+kerja+symbiak+dan+nokia http://gametechnology.info/ nama kelompok 1 maikeltebai@gmai.com Nim 12.02 0068 2.nikolaus wakei Nim:12.02.0066 3 awenes imingkawak Nim 12.02.0067